My Lovely Flowers

Lovely Sugar

product

Smells

Detail | See Me

Mijn Liefde

product

Like Teen

Detail | Watch Me

Ik ben Jarig!

product

Spirit

Detail | Find Me

*popo*

sekedar kata-kata...

aku hanyalah bermain aksara, karena pena yang kupinjam dari para penyair lupa kukembalikan.

Mungkin suatu hal yang aneh ketika kecemasan itu menjelma salju-salju di pucuk himalaya, pada suatu ujung bumi, seperti juga musim dingin yang membekukan tubuh-tubuh yang memang sudah terlalu lama kaku.

Malam ini aku ingin bermimpi menjadi matahari. Kurasa mimpi adalah suatu peristiwa alami yang sangat manusiawi. Itu kubutuhkan agar esok pagi aku tak akan menggenggam belati di depan ulu hatiku sendiri. Agar esok aku masih bisa mengucapkn selamat pagi kepada burung-burung gereja yang hinggap di jendela kamarku.

Tidak ada satupun yang dapat mengganggu kisah-kisah mimpi. Mimpi akan selalu bebas merdeka. Tanpa ikatan-ikatan ruang dan peristiwa, tanpa ikatan-ikatan dosa, tanpa kebusukan-kebusukan norma. Mimpi tak akan memvonisku berdosa walaupun aku membunuh makhluk bernyawa sekalipun. Karena mimpi itu datang tanpa janji, dan pergi tanpa permisi. Kita tidak bisa merancang mimpi.

Maka aku pun terpaksa harus kebingungan ketika aku mengnginkan mimpi. Kalah dalam kenyataan sering membuat kita mencoba membangun mimpi. Tapi tragisnya, mimpi pun tak bisa kita cipta begitu saja seperti kita mengkonstruksi rumah atau gubuk-gubuk bambu.

Maka yang aku bisa hanyalah berlari, berlari dan terus berlari. Bunga-bunga kering sempat bertanya, "kemana kau akan berlari?". Aku berlari kepada matahari, menggenggam belati pada tangan kiri, jauh dari ulu hati. Tahukah kau? ingin kubunuh matahari. Tetap ingin kubunuh matahari.

matahari, seakan-akan terlalu sombong, seolh-olah menciptakan putaran-putaran hari dalam dinamika senja, pagi, malam,dan siang. Tetapi ketika aku mencoba jujur berkata, pada diri sendiri, juga pada matahari, sering aku merasa "tak pernah ada pagi". Matahari selalu gagal memutarkan dinamika hari. Tak pernah ada pagi. Yang ada hanyalah senja yang selalu mencipta malam.

Aku masih berlari pada kakilangit. Kucoba moloncat ke cakrawala. Masih ingin kubunuh matahari. INGIN KUBUNUH MATAHARI....

Lelah menyertaiku, matahari masih terlalu angkuh menyilaukan mata.

Terpaksa, gelap malam menyekapku lagi. Hanya padang gersang menjadi alas untuk rebah tubuhku. Tanpa bunga-bunga. Tanpa kupu-kupu Tanpa burung-burung gereja. Hanya bintang bintang aku lihat meghiasi hamparan hitam langit itu.

Aku pandangi wajah bintang, yang gemerlap kesepian. Kepadanya aku titipkan pesan untuk para dewa. Aku ingin salah satu di antara kerdipan bintang itu tergelincir jatuh, sehingga padanya aku bisa menyampikan harapanku.

Tak banyak yang aku inginkan malam ini. Sederhana saja. Aku hanya ingin agar para dewa menurunkan bidadari. Untuk menemaniku meneteskan bening embun dari telaga mataku.

Untuk menemaniku menangis

malam ini...........

No Response to " "